MENCARI KAWITAN

 MENCARI  KAWITAN.

APA ITU KAWITAN?

        Kawitan urat kata dari wit, artinya bibit atau asal muasal, dari mana datangnya atau sumbernya. Kita sebagai mahluk individu yang memiliki kepercayaan atau keyakinan akan keberadaan Tuhan, bahwa segala yang ada berasal dariNya. Dimana, manusia adalah ciptaan yang paling sempurna dengan dibekali pancha indera sebagai perpanjangan tangan Tuhan atau alat untuk mengenali diriNya. Manusia juga memiliki lima lapis kesadaran disebut Pancha Mayakosa yang membedakan manusia dengan ciptaan lain.

     Dengan berbekal ke 2 hal tersebut diatas tentu manusia akan mempertanyakan dirinya, SIAPA SAYA?
Dengan Pancha indera , manusia diharapkan mampu memahami substansi dari segala yang ada atau dunia yang tampak ini, tentu diperlukan usaha untuk memahaminya, karena pancha indera yang sangat lemah ini cenderung larut/terikat dengan dunia materi atau dunia yang tampak ini. Dengan melakukan usaha (sadhana/latihan) untuk melampaui/menembus kelima lapis kesadarannya, manusia akan memahami siapa dirinya, tahu akan kesujatiannya / paraning numadi / asal  muasalnya. Itulah pengertian kawitan ketika kita berpegang pada kemurnian atau spiritual, bukan ketika kita datang ke pura kawitan dan sembahyang di pura kawitan.

       Ketika kita bersembahyang di pura kawitan itu artinya napak tilas atau menghormati leluhur sebagai pendahulu atau memohon bimbingan dan tuntunan. Pura Kawitan identik dengan Pura Dang Kahyangan atau Dang Guru / Sat Guru tempat memohon perlindungan, bimbingan dan tuntunan.

     Begitulah prinsip orang Bali menyembah leluhur dalam rangka mencari kawitan, mencari kesujatian / paraning numadi. Pengertiannya bukan seperti apa yang dimaksud oleh kelompok sampradaya. Bahwa, "Orang yang menyembah leluhur 'hanya' sampai ke leluhur. Orang yang menyembah roh alam, akan sampai ke tempat roh alam. Orang yang menyembah 'dewa' akan sampai ke alam dewa. Orang yang menyembahKu akan sampai ke tempatKu, Vaikuntha." (Bhagawad Gita)
Sepertinya, atau se-olah2 sloka tersebut meremehkan kemampuan orang Bali dalam berspiritual.

    Begitulah pendapat (pikiran) selalu muncul dengan kecendrungan2 atau konflik sikap mendua atau mem-banding2-kan.
Maka, jangan mencari kebenaran didalam buku / sastra2. Weda, bukan buku / kitab / sastra / filsapat / tattwa.

27-12-20

ᬍ᭗ ᬤᬾᬲᬾᬫ᭄ᬩᭂᬃ ᭓᭒᭜ ᬤ᭄ᬯᬧᬭ ᬟᬸᬕ᭞ ᭒᭜᭒᭜ ᬫᬲᭂᬳᬶ᭟

Comments

Popular posts from this blog

SAAT INI - TRI SEMAYA

RERAINAN

KITA SEMUA BERASAL DARI SUARA